Nih, cerita di bawah teh karya yang dihasilkan pas ikutan nanowrimo, baru 1504 kata uy, padahal kan nano harus bisa ampe 50rebu kata. Gara-gara sibuk terus jadi terbengkalai mulu neh nerusin Nanonya. huks.. (NB: Sibuknya teh maen PS.. halah)
Sok aja dibaca ya.. wohohoho
-----------------------------------------------------------------------------------------------
Judul: (Lom dibikin judulnya)
Tema: Detektip/Humor
Genre: Hmm.. General aja dah
Pada sore itu, anak-anak SD Kampung Cihaneut pergi ngaji ke Musholla satu-satunya di sana. Terlihat aktivitas seperti biasanya, yaitu belajar merakit bom, belajar ngangkut tas yang isinya bom, dan.. Ups, ini pengajian apa belajar buat jadi teroris? (Pasti sebelumnya penulis dibayar Amerika tuh buat nulis itu.. hehehe) Ngaji mah dimana-mana juga belajarnya baca Quran, belajar Sholat, baca doa, dan lain sebagainya. Yeah, seperti itulah kegiatannya.
Jam 5 pengajian pun selesai, semua anak langsung menghambur keluar dari Musholla. Tinggallah Junaedi atau yang biasa dipanggil Jujun, 7 tahun, sendirian di Musholla dan terlihat seperti kebingungan mencari sesuatu.
”Sendalkuu... Where are you, Bey-beh!?” seru Jujun seakan-akan berharap sendalnya bakal menjawab. “Sungguh tega orang yang telah mencurimu.. hiks.. hiks..!”
Namun berapa lama pun Jujun mencari, sendalnya tidak pernah kembali, bahkan untuk mampir makan malam juga tidak pernah hadir. Dengan perasaan kesal, akhirnya dia memutuskan untuk pulang saja, dan kisah hilangnya sendal ini akan tetap berada di memorinya, sampai-sampai dia berjanji sampai kapanpun dia akan menemukan pelakunya.
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-
9 Tahun kemudian…
“Ok, Class! Kali ini ibu ingin kalian menerangkan profesi apa atau cita-cita yang ingin kalian peroleh ketika sudah lulus!” kata Bu Heni memulai pelajaran Bahasa Indonesia dengan menggebu-gebu di kelas 1-1 SMA PUT (Sekolah Menengah Atas Pelangi Imut) seperti jiwanya masih muda, padahal sih sudah kepala 4. “Ibu mau dimulai dari Nani!”
“Siap, Bu! Nani teh pokoknya kalau sudah besar ingin punya wajah cantik, mobil banyak, punya suami orang kaya, terus…”
“Nani, Itu sih keinginan kamu, bukan cita-cita,” semprot bu Heni, membuat Nani terdiam dan menundukkan kepalanya.
“Ibu ulangi lagi ya, profesi apa yang ingin kamu peroleh di masa depan?” ujar Bu Heni sabar.
“Oh, jadi itu pertanyaannya, bu?” tanya Nani, Bu Heni hanya mengangguk. “Kalau gitu, nanti di masa depan, saya mau jadi cewek cantik, menarik, disuk..”
“Sudah cukup..” seru Bu Nani sambil tetap mencoba tersenyum. “Ibu lempar saja pertanyaan ini sekarang ke... Ujang Sumenep!”
“Hadir!!” Ujang langsung mengacungkan tangannya dan berdiri. ”Cita-cita saya, tak lain dan tak bukan adalah menjadi penerus Bapak saya yang sekarang sedang bekerja keras menafkahi anak-anaknya demi profesinya. Bahkan sampai-sampai tubuhnya yang dulu gemuk sekarang menjadi langsing dan berotot. Sungguh pekerjaan yang mulia dan..”
”Jadi, pekerjaannya apa?” potong Bu Heni mulai kesal.
”Profesinya adalah Petani, Bu, pokoknya saya akan menjadi petani yang sukses deh, soalnya saya juga pengen kayak bapak, jadi berotot dan keren, bisa menghidupi selu..”
”Oke, Petani, Roger That!” potong Bu Heni lagi, membuat Ujang langsung terdiam, namun kembali melanjutkan ceritanya kepada teman sebangkunya. ”Sekarang, lanjut ke yang lain.. Junaedi!”
Jujun yang sedari tadi sudah menunggu momen itu langsung berdiri dan menjawab dengan percaya diri, ”Saya.. akan... menjadi... Detektif!!” Semua kepala langsung menoleh ke arah Jujun seakan terpesona dengan gaya cool-nya Jujun.
”Emang detektif itu apa ya?” tanya Hamid salah seorang teman Jujun.
”Aku tahu, aku tahu!” seru Ramlan sambil mengacungkan kedua tangannya, tak sadar telah membuat suasana seluruh kelas seperti berada di bus kota, bau asem. ”De ’tektip ituh pasti adeknya Ka’tektip..”
Kontan saja jawaban Ramlan membuat seluruh kelas tertawa. Tak terkecuali bu Heni yang tertawa ngakak menggelegar, sambil ngesot di lantai. Lumayan lha, lantai kelas jadi rada bersih dipel ama bu Guru.
”Hahaha... Kalian ini aneh-aneh saja. Detektif itu kalo di kita mah kayak satpam, Iya kan bu?” jawab Jujun gabungan antara polos dan sok tahu.
Ibu Heni yang sekarang sudah kembali berdiri dan berlagak seolah-olah akan menjawab pertanyaan dari juri Miss Universe, menjawab dengan tenang, ”Walah, ternyata belum pada tahu profesi ini ya? Jadi, detektif itu adalah suatu pekerjaan dimana pekerjaannya itu mengungkap suatu kasus yang biasanya sangat sulit dipecahkan dan ditemukan pelakunya, dengan mengumpulkan segala bukti yang ada di TKP atau Tempat Kejadian Perkara, maupun dari saksi-saksi..”
Jujun mengangguk-ngangguk. Sedangkan teman-temannya yang lain hanya bengong dan melongo, untung saja jin-jin di kelas mood-nya lagi pada baek, jadinya ga ada yang kesurupan.
”Kalau ibu boleh tahu, alasan kamu memilih untuk jadi detektif apa ya?” tanya Ibu Heni penasaran.
”Alasannya, karena dulu ada kasus tak terpecahkan di daerah saya, Bu, dan sampai sekarang saya masih penasaran dengan pelakunya,” urai Jujun dengan semangat. ”Dan juga, saya liat di film-film kok detektip banyak disukai cewek ya?”
”Booooo.. booo........!!” terdengarlah suara merdu anak-anak sekelas yang sepertinya kecewa dengan bagian terakhir jawaban Jujun yang sangat jujur.
* * *
”Juuuun! Jujuuun!!” panggil seseorang memanggil Jujun yang saat itu sedang berada di kantin sambil makan cimol kesukaannya, soalnya kalau beli cimol dapet banyak walaupun cuma serebu perak.
”Ada apa, Mer? Kok kamu kayaknya manggil aku mesra gitu?” tanya Jujun pada Meri yang saat ini kelihatan sangat kecapekan karena manggil-manggil Jujun dengan kekuatan sama dengan ketika berbicara dengan memakai TOA.
”Hosh... Hosh...!! Bagi minum dulu.. hosh.. hosh...” kata Meri masih ngos-ngosan, kayak habis ajojing di diskotik.
”Walah, ternyata minta ditraktir, kirain ada masalah apa!” ujar Jujun sambil menyodorkan minumannya pada Meri yang seketika itu juga minumannya langsung amblas tak bersisa, sampai-sampai Jujun mengira gelasnya bocor.
”Fyuh, lega.. Makasih, Jun! Seger pisan lha! ’Ntar tagihannya kirim aja ke rekeningku ya.”
”Hehehe.. bisa aja kamu! Di sini kan kagak ada Bank, palingan juga nabung di celengan atau di bawah bantal,” canda Jujun membuat Meri tertawa terkikik menyaingi kuntilanak yang hobi nangkring di kuburan. ”Beneran nih ga ada masalah apa-apa?”
Seketika itu juga wajah Meri kembali pucat dan terlihat panik, ”Oh iya, Jun! Tasku, Jun! Tasku hilang! Sepertinya ada yang menyembunyikan, kamu bisa menemukannya kan? Katanya kamu bercita-cita jadi detektip kan? Yah, itung-itung kasus pertamamu sebagai detektip.. Yah.. Yah.. Pliiisss...!” Meri merayu Jujun sambil mengedipkan matanya dengan super genit, untung Jujun belum makan makanan berat, kalo ngga pasti langsung muntah deh.
”Ya udah, biar aku ga jij- Maksudnya, supaya aku bisa mengasah bakat detektifku, aku terima kasus ini, cuma bayarannya apa nih?”
”Ya ampun, Jun! Kamu sama teman gitu ya? Minta bayaran.. huhuu..” Meri yang memang paling males keluar duit langsung menangis tersedu-sedu ketika menyerahkan uang sepuluh ribu dari dompetnya kepada Jujun.
”Wah, makasih nih, Mer! Tapi ini masih DP-nya yah!” kata Jujun masih menggoda Meri, bibir Meri langsung mengerucut dan maju beberapa senti, hampir saja memecahkan Guinnes Record sebagai bibir termaju di dunia. ”Yuk, kita mulai penelitiannya, dimana tempat terakhir tasnya disimpan?”
”Di kelasku,” jawab Meri singkat.
”Langsung menuju TKP!” ujar Jujun bersemangat.
Di kelas, Jujun sudah mulai beraksi memeriksa seperti detektif di film-film yang dia tonton, kayak Doraemon, Crayon Sinchan, si Eneng dan Kaus Kaki ajaib, si Entong, dan lain-lain. Lho kok semua filmnya ga ada yang bertema detektif? Anda bingung? Penulis pun bingung.. Hidup Bingung! (dijitak si Jujun).
Jujun mulai mencari-cari petunjuk yang ada di kelas Meri yang kini sedang ditinggal oleh murid-murid karena masih istirahat, Jujun memulai penyelidikan dari pojokan kelas sampai akhirnya semua area disisir habis olehnya, bahkan roti yang ada di bangku Mudin pun disikat habis oleh Jujun. ZWEET.. Jujun bergerak cepat seperti telah menemukan sesuatu. Dia melihat cermin di bawah meja guru yang langsung diambil olehnya.
”Beeuh, aku keren banget ya! Keren banget deh sumpah! Sungguh beruntung punya wajah seperti ini, mantap nian!”
’BLETAK!!’ Meri langsung menyadarkan Jujun, begitulah Jujun tiap ketemu cermin penyakit narsisme-nya keluar.
”Haduh, maap.. maap... Ini cermin kamu kan?” tanya Jujun yang dijawab singkat oleh Meri dengan anggukan, sepertinya Meri masih jijik melihat narsisnya Jujun. ”Berarti aku sudah tahu pelakunya.”
Meri kembali bersemangat, ”Beneran, Jun? Siapa tuh pelakunya? Mau aku hajar sampe mampus kalo bener-bener dia pelakunya!” sifat sangar Meri mulai keluar, dia memang merupakan satu-satunya cewek yang berotot di sekolah Jujun. Abisnya kerjaan dia setiap hari kalo ngga gebukin kasur yang dijemur, ya nimba sumur di rumahnya. ”Cepetan dong, Jun, kasih tahu siapa pelakunya..”
”Fufufu...” Jujun berlagak cool. ”Yakin mau tahu pelakunya? Soalnya ini berhubungan dengan hidup dan matimu.”
”Hah? Separah itukah, Jun?” tanya Meri kaget.
”Enggak juga sih, kan lumayan tuh buat mendramatisir.. hehehe..”
”Yeee.. yang serius atuh! Siapa pelakunya?” tanya Meri semakin penasaran.
”Pelakunya.. adalah....” kata Jujun agak melama-lama, sampai Meri menahan napasnya saking tegangnya. ”Bapak Asep!”
”Apaaaah? Brooot...” pekik Meri ditambah suara kentutnya gara-gara tadi kelamaan tahan napas jadi keluar lewat belakang deh. ”Tahu dari mana? Apa buktinya?” Meri langsung menyerbu dengan pertanyaan beruntun karena masih penasaran.
”Nih, buktinya! Tadi aku menemukan itu di dekat cermin ini, sepertinya terjatuh karena tertiup angin,” ujar Jujun sambil menyerahkan secarik kertas kepada Meri yang langsung dibaca oleh Meri. ’Kepada Meri: Tas kamu Bapak sita, karena tadi kamu tidak ikut pelajaran Bapak, kalau mau tas kamu kembali segera menghadap Bapak TITIK SEBESAR UJUNG PULPEN. Your Love, Bapak Asep Tea.’
Bapak Asep adalah guru Kimia di SMA PUT yang memang terkenal sebagai guru yang tegas dan ’killer’. Dulu juga katanya pernah ada murid SMA PUT yang terbunuh gara-gara kecelakaan pesawat. Duh, ga nyambung, lagi-lagi penulis eror... Hidup Eror!
”Huaa.. Ternyata disita Bapak Asep, gimana dong nih, Jun?”
”Karena kasus sudah terpecahkan, Detektif Jujun memohon diri, semoga sukses!” kata Jujun dibuat se-Cool mungkin, ingin meniru gayanya Roger Moore di film Jaelangkung 5, eh, James Bond.
”Jujuunn.. jangan kabur dong, bantu aku.. Huaaa..! Jujuunn!!” Meri semakin menangis menjadi-jadi.
Kasus pertama Jujun diselesaikan dengan baik, memang kasus yang sekarang belum ada apa-apanya. Tapi, Jujun berjanji untuk tetap berjuang dalam menyelesaikan kasus sesusah apapun, yang penting jangan susah-susah banget deh. Halah.
* * *