Buku yang memiliki cover yang
menampilkan seorang perempuan berselendang putih di tengah-tengah ini
menceritakan tentang sebuah desa di barat Kota Yogyakarta yang sedang mengalami
pagebluk. Yang mengakibatkan turunnya sebuah kabut merah setiap senja tiba dari
Pegunungan Menoreh. Celakanya, kabut itu ternyata membawa wabah yang
menginfeksi anak-anak dengan penyakit yang aneh. Untuk mengatasi hal tersebut
pertunjukan Tari Lengger Slingo pun harus segera digelar supaya bisa
membersihkan desa dari serangan wabah tersebut.
Namun, hanya penari terpilihlah
yang dapat menarikan ritual yang terdiri dari seorang perempuan yang akan
menjadi sang ledek dan seorang pria sebagai pengibingnya itu. Ranaya sudah
jelas akan menjadi sang ledek, sedangkan untuk posisi pengibing, sesepuh desa
masih bimbang memilih antara Rama dan Jana yang sialnya sudah sedari kecil
tidak akur dan sedang dibutakan cinta. Sehingga mereka pun bersaing mati-matian
untuk mendapatkan peran itu, sekaligus bersaing untuk mendapatkan cinta Ranaya
yang merupakan cinta pertama mereka.
Bagaimanakah kelanjutan kisah dari kisah cinta mereka? Serta bagaimanakah nasib dari Desa Slingo nantinya? Apakah desa tersebut akan selamat dari serangan pagebluk?
Review:
Membaca buku yang memiliki jumlah sekitar 200 halaman ini sungguh membuat bibir menyunggingkan senyum. Karena
buku karangan dari Fika Artha atau yang lebih dikenal dengan nama Piko tersebut
berhasil membawakan perpaduan dari kisah persahabatan, romantis, misteri,
fantasi, serta budaya dengan bagus. Sang menulis menyajikan ceritanya dengan
begitu meyakinkan, sehingga berhasil membuat pembaca –khususnya saya- merasa
terhubung dengan karakter-karakter yang ada di dalamnya. Goresan tangannya itu
pun sukses membuat kita peduli dengan apa yang terjadi pada para tokoh fiktif
yang ada dalam pengisahan novel dengan judul ‘Rana Renjana’ tersebut.
Sepertinya, latar belakang penulis yang memang berasal dari Yogyakarta juga
membantu membuat tulisan dari kisah ini menjadi begitu luwes. Karena penjabaran
latar atau setting dari kota Yogyakarta dapat tergambarkan dengan baik.
Untuk bagian konflik cerita, meski dalam pengisahannya ada beberapa sub plot atau percabangan, semuanya tetap terhubung satu sama lain sehingga mendukung plot utama yang memang terfokus pada Desa Slingo dan pagebluknya. Sayangnya, meski klimaksnya tetap dikemas dengan apik, namun sang penulis terlihat seperti terburu-buru dalam menyelesaikan konfliknya. Sehingga semua permasalahan dan penyelesaian berkumpul menjadi satu pada paruh akhir novel tersebut. Tapi secara keseluruhan, cerita yang kuat dengan unsur kebudayaan ini tetap patut untuk diacungi jempol. Maka tak heran jika akhirnya novel ‘Rana Renjana’ ini berhasil menyabet gelar juara 2 dari kompetisi Cerita Khatulistiwa 2022.
Jadi, apakah buku yang diterbitkan oleh Penerbit Buku Kompas ini layak untuk dikoleksi? Yes, tentu saja! Apalagi buat kalian yang memang suka dengan kisah mistis dibalut romantis dengan segala kisah budaya kental di dalamnya.
NB: Buku ‘Rana Renjana’ dapat
dibeli offline di TB Gramedia atau online di Harian Kompas Official Shopee dan
Tokopedia.