Thursday, July 19, 2018

Cerpen: Taman Firdaus (30 Hari Menulis: Hari ke-25)

#30harimenulis #30harimenulis2018 #harike25

Taman Firdaus

Di Minggu pagi yang cerah, sebuah motor melaju dengan kecepatan lumayan tinggi membelah jalanan Surabaya yang masih sepi. Motor itu dinaiki oleh seorang pria beserta istri dan kedua anaknya. Raut wajah sang Ayah yang sedang menyetir terlihat begitu serius saat itu, sedangkan putri bungsunya yang berada di depan keliatan masih ngantuk. Si kakak yang ada di tengah-tengah entah kenapa malah terlihat sedang menangis. Sedangkan sang Ibu yang berada paling belakang memasang raut wajah sedih, mungkin tak tega melihat anaknya yang berlinangan air mata.

“Ayah yakin mau ngelakuin ini?” tanya si Ibu kepada suaminya, wajahnya tampak ragu. Tetapi suaminya tetap tidak menggubris. Entah karena tak mau menjawab atau karena suaranya tak terdengar.

Si Ibu menghela nafas. Kemudian bertanya untuk kedua kalinya, “Yah, yakin nih? Ayah deng..”

“Iya, Ayah denger kok,” potong sang Ayah, “Kan sebelum berangkat juga kita udah berembuk dan mengiyakan titah yang udah diberikan! Kita harus yakin dong. Apalagi imbalannya sangat besar!”

Mendengar jawaban suaminya, si Ibu langsung terdiam dan menunduk lesu. Hingga tak berapa lama, dia rasakan motor yang dikendarai suaminya itu melambat kemudian berhenti di depan salah satu Gereja besar yang ada di Surabaya.

“Sudah sampai, Ibu dan dua putri ayah yang cantik turun di sini ya. Ayah pergi ke tempat lain dulu!” ujar sang Ayah sambil menurunkan ketiga penumpangnya. “Jangan pasang wajah sedih dong, ga lama kita bakal ketemu lagi kok di Taman Firdaus sana..”

Si Ibu mencoba tersenyum. Diciumnya tangan sang suami sebelum mereka berpisah. Kedua putrinya pun ikutan. Setelah itu si putri bungsu melambai-lambaikan tangannya ketika melihat Ayahnya pergi meninggalkan mereka, sedangkan si kakak masih saja menangis.

“Yuk, nak.. Kita jalan..” ajak si Ibu mulai melangkahkan kakinya ke arah Gereja sambil memeluk erat kedua putri kesayangannya.

“Bu, yakin kita bakal ketemu lagi di sana?” tanya si kakak sambil memandang wajah ibunya dengan air mata berlinangan.

“Taman Firdaus bagus kan, Bu?” si bungsu ikutan bertanya.

SI ibu terdiam sejenak, terlihat ragu, kemudian dia anggukkan kepalanya. Dia pun mempercepat langkahnya ke arah Gereja. Hingga tiba-tiba...

DUARR!!

Sebuah ledakan terdengar dari depan Gereja itu. Kondisi bagian depan Gereja langsung luluh lantah, asap putih bekas ledakan membumbung tinggi. Orang-orang yang berada di dalam pun panik dan berhamburan keluar.

Dan saat suasana mulai tenang, serta asap mulai hilang. Terlihat beberapa bagian tubuh dari korban ledakan tadi tersebar di sekitar area Gereja. Tak terkecuali bagian tubuh si Ibu dan kedua putrinya yang diduga sebagai pelaku pengeboman tersebut.

Selesai

#397kata

NB:
Entahlah, kok tiba-tiba jadi pengen nulis tentang kejadian pengeboman di Surabaya di bulan Mei lalu. Terus pake sok-sokan ngambil dari sudut pandang pelaku pula. Tapi inget ya, bukan berarti gw ngedukung apa yang mereka lakuin. Gw cuma ngerasa sedih kenapa mereka sampe tega ngelakuin misi itu dan bawa anak-anak yang masih unyu-nya pula. Turut berduka cita juga buat para korban lainnya. Hiks..

No comments: