Sampai Jumpa Dunia
30HariMenulis2019_Hari_3
398 kata
“Aduuuh, aduuuuuh!!”
Aku terus meraung-raung dalam
perjalanan mudikku ke arah timur. Entah kenapa sejak makan tadi malam, perutku
ini terasa sangat sakit sekali. Rasanya seperti ada yang menarik-narik ususku.
Sepertinya sang usus tidak bisa mencerna apa pun yang ku makan semalam. Agak
aneh juga, karena biasanya makan sebanyak apa pun perutku tidak akan sesakit
ini. Tapi kenapa sekarang malah bisa sampai menyiksaku? Padahal aku juga tidak
punya riwayat sakit maag atau penyakit apalah yang berhubungan dengan pencernaan.
Sepertinya aku harus menepi
terlebih dahulu dan beristirahat sebentar, pikirku.
Setelah menemukan tempat yang
diperkirakan nyaman, aku pun menepi. Tetapi bukannya semakin membaik, perutku
malah semakin melilit-lilit. Euh, apa yang harus ku lakukan sekarang? Adakah
seseorang yang bisa membantuku? Saking sakitnya, mulutku sekarang sampai tak
bisa mengeluarkan suara lagi. Mau berteriak minta tolong pun tidak bisa, bahkan
untuk meraung-raung atau sekedar mengaduh-aduh juga tak mampu.
Mataku mencoba memperhatikan
sekitar. Barangkali ada yang lewat daerah sini dan melihatku yang sedang
menderita. Tapi tidak ada siapa-siapa. Jalur yang sedang ku lewati ini memang
jalur sepi. Siang hari saja sepi, apalagi di malam hari seperti sekarang ini.
BRUAG.
Tubuhku yang mulai lemas ini pun
terjatuh ke tanah. Dengan sisa kekuatanku aku mencoba meminta tolong sekali
lagi. Tapi mungkin suara yang ku keluarkan sangat kecil sehingga tak akan
sampai didengar bahkan oleh semut-semut yang mulai menggerayangi tubuhku ini.
Celekit. Rasa sakitnya makin
terasa menjadi-jadi. Saking tak tahan dengan itu, tubuhku
menggelinjang-gelinjang hebat. Apa kupaksakan untuk kembali jalan saja dan
mencari pertolongan dari orang lain di tempat yang agak ramai? Ide bagus sih,
seandainya aku bisa menggerakkan tubuhku ini. Karena sepertinya bagian bawahku
sekarang sudah mati rasa.
“Tolong, tolong aku! Seseorang
... Tolong!” suara lemahku keluar, aku benar-benar tidak berdaya. Jangan-jangan
ini memang akan jadi hari terakhirku di dunia. Air mata mulai mengalir dari kedua
bola mataku. Apa memang ajalku harus berakhir seperti ini?
Tiba-tiba pikiranku pun melayang,
memikirkan anak-anakku yang sekarang mulai beranjak besar. Mungkin sebentar
lagi, mereka pun akan memamerkan calon pasangannya. Euh, semoga saja kalian
bisa bahagia meski tanpa ayah kalian ini ya.
Saat pikiranku tersadar kembali,
ku rasakan mual yang begitu hebat. ADUH, SAKIT SEKALI, HOEK! Mulutku pun
mengeluarkan darah dan memuntahkan semua makanan yang baru ku lahap semalam. Setelah itu
lambat laun pandanganku semakin kabur, hingga akhirnya aku hanya menjadi seonggok mayat yang
terdampar di suatu daratan di bumi. Sampai jumpa dunia, terima kasih telah
menjadi tempat persinggahan sementaraku selama ini.
Tamat
Bangkai Paus yang menelan banyak sampah plastik (Sumber: Jawa Pos) |
No comments:
Post a Comment