Monday, June 3, 2019

Cerpen: Sampai Jumpa Dunia


Sampai Jumpa Dunia

30HariMenulis2019_Hari_3
398 kata

“Aduuuh, aduuuuuh!!”

Aku terus meraung-raung dalam perjalanan mudikku ke arah timur. Entah kenapa sejak makan tadi malam, perutku ini terasa sangat sakit sekali. Rasanya seperti ada yang menarik-narik ususku. Sepertinya sang usus tidak bisa mencerna apa pun yang ku makan semalam. Agak aneh juga, karena biasanya makan sebanyak apa pun perutku tidak akan sesakit ini. Tapi kenapa sekarang malah bisa sampai menyiksaku? Padahal aku juga tidak punya riwayat sakit maag atau penyakit apalah yang berhubungan dengan pencernaan.

Sepertinya aku harus menepi terlebih dahulu dan beristirahat sebentar, pikirku.

Setelah menemukan tempat yang diperkirakan nyaman, aku pun menepi. Tetapi bukannya semakin membaik, perutku malah semakin melilit-lilit. Euh, apa yang harus ku lakukan sekarang? Adakah seseorang yang bisa membantuku? Saking sakitnya, mulutku sekarang sampai tak bisa mengeluarkan suara lagi. Mau berteriak minta tolong pun tidak bisa, bahkan untuk meraung-raung atau sekedar mengaduh-aduh juga tak mampu.

Mataku mencoba memperhatikan sekitar. Barangkali ada yang lewat daerah sini dan melihatku yang sedang menderita. Tapi tidak ada siapa-siapa. Jalur yang sedang ku lewati ini memang jalur sepi. Siang hari saja sepi, apalagi di malam hari seperti sekarang ini.

BRUAG.

Tubuhku yang mulai lemas ini pun terjatuh ke tanah. Dengan sisa kekuatanku aku mencoba meminta tolong sekali lagi. Tapi mungkin suara yang ku keluarkan sangat kecil sehingga tak akan sampai didengar bahkan oleh semut-semut yang mulai menggerayangi tubuhku ini.

Celekit. Rasa sakitnya makin terasa menjadi-jadi. Saking tak tahan dengan itu, tubuhku menggelinjang-gelinjang hebat. Apa kupaksakan untuk kembali jalan saja dan mencari pertolongan dari orang lain di tempat yang agak ramai? Ide bagus sih, seandainya aku bisa menggerakkan tubuhku ini. Karena sepertinya bagian bawahku sekarang sudah mati rasa.

“Tolong, tolong aku! Seseorang ... Tolong!” suara lemahku keluar, aku benar-benar tidak berdaya. Jangan-jangan ini memang akan jadi hari terakhirku di dunia. Air mata mulai mengalir dari kedua bola mataku. Apa memang ajalku harus berakhir seperti ini?

Tiba-tiba pikiranku pun melayang, memikirkan anak-anakku yang sekarang mulai beranjak besar. Mungkin sebentar lagi, mereka pun akan memamerkan calon pasangannya. Euh, semoga saja kalian bisa bahagia meski tanpa ayah kalian ini ya.

Saat pikiranku tersadar kembali, ku rasakan mual yang begitu hebat. ADUH, SAKIT SEKALI, HOEK! Mulutku pun mengeluarkan darah dan memuntahkan semua makanan  yang baru ku lahap semalam. Setelah itu lambat laun pandanganku semakin kabur, hingga akhirnya  aku hanya menjadi seonggok mayat yang terdampar di suatu daratan di bumi. Sampai jumpa dunia, terima kasih telah menjadi tempat persinggahan sementaraku selama ini.

Tamat
Bangkai Paus yang menelan banyak sampah plastik (Sumber: Jawa Pos)

No comments: